Memperingati Lahirnya Sang Penghapus Sistem Politik Feodal
Bukan tanpa sebab Dirinya menyandang gelar al-Mahiy. Sepanjang hidupnya, Ia telah berhasil menghapus banyak sistem politik feodal yang menindas manusia. Terkait dengan sistem politik feodal baca dalam artikel sikap kami yang lain.
SIKAP
Seluruh Member Tetap
9/7/20255 min read
Jum’at 5 September 2025 atau 12 Rabi'ul Awal 1447 dalam penanggalan Qamariah (penanggalan berdasarkan pergerakan bulan) diperingati sebagai hari lahir Muhammad sallallahu alaihi wasallam. Sejarawan mencatat bahwa seorang yang dipercayai sebagai pembawa kabar penutup oleh orang Islam tersebut memiliki banyak gelar yang salah satunya adalah al-Mahiy atau Sang Penghapus.
Bukan tanpa sebab Dirinya menyandang gelar al-Mahiy. Sepanjang hidupnya, Ia telah berhasil menghapus banyak sistem politik feodal yang menindas manusia. Terkait dengan sistem politik feodal baca dalam artikel sikap kami yang lain.
Beberapa sistem yang berhasil Muhammad sallallahu alaihi wasallam hapus semisal seperti berikut:
Menghapus perbudakan secara bertahap;
Menghapus ketidaksetaraan derajat buruh dengan majikan (budak kala itu);
Menghapus penindasan terhadap kaum Perempuan;
Menghapus sistem ekonomi curang;
Menghapus ketidakmerataan pendidikan;
Memberikan nilai dasar musyawarah mufakat;
dll.
Menghapus perbudakan secara bertahap
“Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan kebaikan dan keburukan. Tetapi ia tidak menempuh jalan yang mendaki. Dan tahukah kamu apakah jalan yang mendaki itu? Yaitu memerdekakan budak.” (QS. Al-Balad: 11–14). Ayat ini menegaskan betapa tinggi kedudukan amal memerdekakan budak dalam Islam. Rasulullah sebagai suri teladan selalu mengingatkan umatnya tentang keutamaan besar amal tersebut. Beliau bersabda, “Barangsiapa memerdekakan seorang budak Muslim, maka Allah akan menyelamatkan seluruh anggota tubuhnya dari api neraka sebagaimana ia telah memerdekakan anggota tubuh budak tersebut.” (HR. Bukhari).
Perintah ini menjadi revolusi sosial besar di tengah budaya jahiliah yang menempatkan budak hanya sebagai barang yang bisa diperjualbelikan, disiksa, atau dipaksa bekerja tanpa hak. Rasulullah mengajarkan kita serta mencontohkan kita untuk mengangkat martabat mereka sebagai manusia merdeka yang mulia. Nilai ini tetap relevan hingga kini, mengingat masih banyak wajah perbudakan modern seperti eksploitasi buruh, perdagangan manusia, atau penindasan terhadap pekerja miskin yang seakan terjebak dalam rantai ketidakadilan.
Menghapus Ketidaksetaraan Derajat Buruh Dengan Majikan
Rasulullah sangat menekankan pentingnya keadilan dalam hubungan kerja. Beliau bersabda, “Berikanlah upah pekerja sebelum kering keringatnya.” (HR. Ibnu Majah).
Akhlak beliau terhadap relasi hubungan dengan pekerja juga tergambar dari pengalaman Anas bin Malik yang berkata, “Aku melayani Nabi selama sepuluh tahun. Demi Allah, beliau tidak pernah sekalipun mengatakan ‘ah’ kepadaku. Jika aku melakukan sesuatu, beliau tidak pernah berkata, ‘Mengapa engkau melakukannya?’ dan jika aku meninggalkan sesuatu, beliau tidak pernah berkata, ‘Mengapa engkau tidak melakukannya?’” (HR. Tirmidzi).
Hal serupa ditegaskan Aisyah R.A. yang bersaksi, “Rasulullah tidak pernah memukul sesuatu pun dengan tangannya, baik perempuan maupun pembantu, kecuali dalam jihad di jalan Allah.” (HR. Muslim).
Hal tersebut tentu merupakan teladan yang patut dicontoh. Pasalnya pada masa itu pekerja dan budak dipandang rendah dalam struktur masyarakat, dipaksa bekerja tanpa hak, bahkan diperlakukan kasar. Nabi datang membawa perubahan besar menempatkan mereka sebagai manusia yang mulia dan memiliki hak. Namun, hingga kini banyak pekerja masih menghadapi penindasan mulai dari upah tidak adil hingga pelecehan di tempat kerja yang menunjukkan betapa teladan Nabi tetap relevan untuk memperjuangkan keadilan sosial di zaman modern.
Menghapus penindasan terhadap kaum Perempuan
Muhammad sallallahu alaihi wasallam pernah diprotes oleh seorang perempuan bernama Khaulah binti Tsa’labah. Protes datang karena Muhammad Sallallahu alaihi wasallam menjawab selayaknya pembawa pesan Ilahi, bahwa Ia belum mendapatkan wahyu tentang apa yang ditanyakan Khaulah, sehingga yang masih berlaku adalah hukum adat.
Ringkas cerita Suami Khaulah, Aus bin As-Shamit saat bertengkar dengan Khaulah menyamakan Khaulah dengan Ibu Aus. Dalam tradisi Arab kala itu, menyamakan Istri dengan Ibu si Pria (suami) sama saja dengan menceraikan si Istri.
Atas jawaban Muhammad Sallallahu alaihi wasallam tersebut Khaulah pun kecewa dan merasa hukum itu tidak adil karena bagi Khaulah perceraian hanya merugikan dirinya karena sudah tua dan harus mengurus anak-anaknya. Akhirnya Khaulah pun memutuskan “mengadukan” Muhammad Sallallahu alaihi wasallam. . . ke Tuhannya. Bersepi, bermunajat Ia berbicara dengan Tuhannya. Sampai akhirnya Muhammad Sallallahu alaihi wasallam memanggil kembali Khaulah dan menyatakan “protes” yang Khaulah lakukan diterima oleh Tuhan, hukum pun berubah.
Peristiwa ini menunjukan perempuan menjadi di dengar setelah kedatangan Muhammad Sallallahu alaihi wasallam karena di era sebelumnya jika berkaca pada salah satu tradisi Arab kala it bahkan perempuan yang sedang menstruasi akan diungsikan ke kadang hewan. Sumber: NU Online dan Ceramah Gus Baha.
Menghapus Sistem Ekonomi Curang
Pada masa jahiliah sebelum Rasulullah lahir, praktik curang dalam berdagang begitu merajalela. Islam datang dengan tegas melarang praktik curang dalam berniaga, hal ini tergambar dalam Al-Qur’an yang memperingatkan keras praktik curang dalam berniaga, “Celakalah bagi orang-orang yang curang, yaitu orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi.” (QS. al-Muthaffifin: 1–3).
Nabi hampir menghabiskan sebagian besar hidupnya sebagai pedagang, keteladanan beliau tergambar dari julukan beliau sebagai Al Amin yang artinya dapat di percaya, hal ini tergambar dari sikap tegas Rasulullah terhadap kecurangan, alkisah ketika beliau menemukan tumpukan gandum yang basah di bagian dalam (ditumpuk di bagian bawah di bagian atas kering), dimana pemilik tersebut beralasan terkena hujan. Nabi bersabda, “Mengapa engkau tidak meletakkan bagian basah itu di atas agar orang bisa melihatnya? Barang siapa menipu, maka ia bukan termasuk golonganku.” (HR. Muslim). Nilai kejujuran yang beliau ajarkan tetap relevan hingga kini, ketika dalam ekonomi modern bayak pedagang dan pengusaha hanya mencari margin kekayaan yang berlebih hingga terkadang mengorbankan nilai kejujuran maka penting bagi kita merenungi apa yang di ajarkan Baginda Rasulullah kepada kita dari larangan dan tauladan yang Ia contohkan.
Menghapus Ketidakmerataan Pendidikan
"Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata." (QS. Al-Jumu'ah: 2). Penggalan ayat diatas merupakan bukti bahwa Rasulullah sallallahu alaihi wasallam adalah sang pembebas. Beliau datang untuk memberikan pengetahuan luas terkait moralitas (baik buruk perbuatan) dan penjelasan mengapa suatu perbuatan harus ditinggalkan. Mengingat kondisi masyarakat Mekkah pada saat itu sangat jahiliah. Spirit Rasulullah seyogyanya menjadi inspirasi kita untuk menjadi pendidik di lingkungan terdekat.
Selain itu, pendidikan dalam Islam memiliki keutamaan. Sebagaimana dalam hadis yang berbunyi "Ketahuilah bahwa sesungguhnya dunia itu terlaknat dan terlaknat pula isinya kecuali berzikir kepada Allah dan ketaatan kepada-Nya, orang berilmu, dan orang yang belajar." (Hasan: HR. At-Tirmidzi no. 2322). Maka, sebagai bekal keselamatan dunia dan akhirat haruslah menjadikan aktivitas pendidikan sebagai hal utama dalam hidup ini.
Memberikan Nilai Dasar Musyawarah Mufakat
“Maka, berkat rahmat Allah SWT engkau (Nabi Muhammad sallallahu alaihi wasallam) berlaku lemah lembut terhadap mereka . . .mohonkan-lah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarah-lah dengan mereka dalam segala urusan (penting). Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, bertawakal-lah kepada Allah SWT. Sesungguhnya Allah SWT mencintai orang-orang yang bertawakal.” (QS: Ali Imran Ayat 159).
Praktek musyawarah merupakan hal yang ditekankan Rasulullah sallallahu alaihi wasallam dalam sendi kehidupan. Jika suatu permasalahan datang, Rasulullah sallallahu alaihi wasallam menganjurkan untuk berdiskusi terlebih dahulu yang kemudian setelah mendapatkan mufakat dilanjutkan dengan bertawakal terhadap hal tersebut.
Anjuran musyawarah kemudian di perkuat dengan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah R.A. berkata: Rasulullah sallallahu alaihi wasallam bersabda, "Jika para pemimpin kalian adalah orang yang terbaik di antara kalian, dan orang-orang kaya adalah orang-orang yang dermawan, serta urusan kalian diselesaikan berdasarkan musyawarah di antara kalian, maka permukaan bumi lebih baik bagi kalian daripada isinya. Apabila para pemimpin kalian adalah orang-orang yang paling jahat di antara kalian, dan para konglomeratnya adalah orang-orang yang pelit di antara kalian, sedang segala urusan mereka diserahkan kepada para wanitanya, maka isi bumi lebih baik bagi kalian dari pada permukaannya". Rasulullah sallallahu alaihi wasallam menggunakan praktek musyawarah dalam merumuskan strategi perang Uhud maupun perjanjian Hudaibiyah dan berbagai keputusan lain dalam kesejarahan.
Dalam konteks hari ini, para pemangku kebijakan sudah semestinya meniru Rasulullah sallallahu alaihi wasallam untuk membuka ruang diskusi dalam merumuskan kebijakan. Karena Rasulullah sallallahu alaihi wasallam sangat menjauhi sifat merasa paling benar dalam hal sosial, terutama ketika akan mengambil suatu keputusan penting.
Masih banyak peristiwa yang menggambarkan penghapusan sistem yang menindas yang dilakukan Muhammad sallallahu alaihi wasallam. Kaji secara mandiri yah, mulai membaca, mulai melakukan aktivitas literasi!!!
Tunas Ohara
Tumbuh Membaca, Menyemai Peradaban
Kontak
© 2025. Hak Cipta dilindungi Tuhan yang Maha Esa

